Sabtu, 25 September 2010

SIKAP BAHASA YANG POSITIF TERHADAP BAHASA INDONESIA BAGI MAHASISWA
Di dalam banyak kesempatan, kita sering mendengar pernyataan untuk menumbuhkan tekad positif masyarakat terhadap bahasa Indonesia. Karena yang disebutkan sikap positif itu hal yang abstrak, perlu kiranya di sini dikemukakan perilaku konkrit yang menggambarkan sikap positif itu.
Pemakaian bahasa yang sesuai dengan kaidah dan dengan situasinya adalah salah satu sikap positif. Hal itu terjadi jika orang tidak asal jadi dalam berbahasa. Seandainya untuk keperluan resmi pun orang menganggap bahwa dalam berbahasa itu yang terpenting ialah asal kawan bicara dapat menangkap maksud pembicara, dapat dikatakan bahwa orang itu tidak bersikap positif.
Sikap postif yang dapat ditunjukkan oleh mahasiswa terhadap bahasa Indonesia dapat dilakukan dengan cara berbicara tidak dicampur dengan bahasa asing. Walaupun lawan bicara mengerti maksud pembicaraan tersebut, alangkah lebih baik menggunakan bahasa sesuai dengan bahasa Indonesia yang baik dan benar. Dengan sikap seperti itu berarti kita bangga akan bahasa kita sendiri.
Orang yang melakukan kesalahan tidak dengan sendirinya berarti yang bersangkutan tidak bersikap positif. Sikap tidak positif terbentuk jika orang tahu atau sudah diberi tahu bahwa ia telah melakukan kesalahan, tetapi enggan berusaha memperbaikinya. Orang yang kurang terampil berbahasa dapat menunjukkan sikap positif jika ia belajar dari kesalahan, memperhatikan saran, petunjuk, atau pendapat orang yang ahli, serta mengupayakan perbaikan pemakaian bahasanya. Jika itu dilakukan, orang akan tahu letak kesalahan pada kalimat.
Contoh:
1. Saya mengucapkan terima kasih di mana ibu-ibu telah sudi datang dalam pertemuan ini.
2. Kredit itu telah menolong daripada kehidupan petani setempat.
3. Sekolah adalah cara untuk memajukan kehidupan manusia.
Kalimat berikut ini dapat digunakan untuk mengganti ketiga kalimat di atas. 1a. Saya mengucapkan terima kasih atas kesediaan ibu-ibu datang dalam pertemuan ini. 1b. Saya mengucapkan terima kasih karena ibu-ibu sudi datang dalam pertemuan ini. 2. Kredit itu telah menolong kehidupan petani setempat. 3a. Sekolah adalah salah satu sarana untuk memajukan kehidupan manusia. 3b. Mendirikan sekolah adalah salah satu cara untuk memajukan kehidupan manusia. Jika orang hendak berbahasa secara baik, kadang-kadang tidak hanya tata kalimat yang harus diperhatikan, tetapi juga bentuk kata. Ada bentuk kata yang sebetulnya salah, tetapi terpakai secara luas. Jika upaya pembetulannya dapat dilakukan, orang yang bersikap mengutamakan kecermatan berbahasa tentu akan melakukan hal itu. Kata dilola, mengetrapkan, dan mengenyampingkan dibentuk secara salah. Bentuk yang benar adalah dikelola, menerapkan, dan mengesampingkan.
Upaya penambahaan kata “baru” – hasil pemunculan kata yang sudah lama tidak terpakai atau hasil ciptaan baru sama sekali – juga tidak perlu ditentang. Upaya seperti itu juga bermanfaat untuk menjadikan bahasa Indonesia mampu mengungkapkan berbagai konsep di bidang apa pun. Hasilnya mungkin tidak selalu relevan dengan kepentingan berbahasa orang seorang. Orang tidak diharuskan meneriama atau memakai kata baru jika kata itu tidak bermanfaat bagi kegiatannya sehari-hari. Akan tetapi, orang yang ingin terampil berbahasa dapat menerimanya dengan sikap yang kritis. Artinya, kata baru itu tidak digunakan sekedar menggunakan mode, tetapi dipakai secara efektif. Kata canggih, misalnya, begitu populer akhir-akhir iin sehingga apa saja yang indah dan menarik disebut canggih. Padahal kata itu seharusnya digunakan untuk mengungkapkan hal yang rumit, modern dan mencerminkan hasil pemikiran yang cemerlang. Demikian halnya dengan kata antik yang berarti bersifat kuna atau berasal dari masa yang lama silam. Barang antik biasanya bersifat aneh dan menarik. Banyak orang yang menggunakan kata itu dengan tidak memperhatikan makna yang sebenarnya. Oleh karena itu, muncullah ungkapan seperti Tingkah laku anak itu antik. Ternyata, yang dimaksudkan adalah tingkah laku yang aneh dan menarik. Hal seperti itu, jika terjadi pada pemakaian bahasa yang resmi, menunjukkan sikap berbahasa yang asal jadi.
Sikap positif juga dapat ditunjukkan lewat pemakaian bahasa yang sesuai dengan keperluan. Dalam pergaulan sosial, kita mungkin menghadapi beragam keperluan pula. Pergaulan antarbangsa, misalnya, kadang-kadang menuntut pemakaian bahasa yang sesuai dengan kemampuan orang yang terlibat di dalamnya. Oleh sebab itu, bahasa yang lain atau bahasa asing kadang-kadang diperlukan untuk keperluan itu. Secara singkat dapat dikatakan bahwa penggunaan bahasa selain bahasa Indonesia untuk keperluan tertentu tidak perlu dipandang sebagai cerminan rasa kebangsaan yang rendah.
Persoalannya sekarang ialah bagaimana kita dapat memprioritaskan pemilihan bahasa yang sesuai dengan keperluan itu. Sering kita lihat bahwa keinginan untuk berkomunikasi dengan sebanyak-banyak orang – baik orang Indonesia maupun orang asing sekaligus – menempatkan bahasa Indonesia pada urutan kedua atau bahkan pada urutan yang dapat diabaikan sama sekali. Akibatnya, jika kita harus membuat pemberitahuan atau yang sejenisnya, bahasa asinglah yang dipakai. Masih lebih baik jika bahasa Indonesianya disajikan juga. Jika ternyata kita akan berhubungan dengan orang asing dan sekaligus dengan orang Indonesia, kita dapat menempatkan bahasa Indonesia terlebih dahulu; baru kemudian disajikan juga bahasa asingnya. Jika ternyata kita tidak dapat mengharapkan orang asing berurusan dengan kita – dengan kata lain, kita hanya berhadapan dengan orang Indonesia saja – apa salahnya jika kita hanya berbahasa Indonesia. Contohnya, sebuah balai rias atau yang dikenal dengan istilah salon di pinggiran kota yang amat jarang dilewati orang asing, tentulah tidak pada tempatnya memasang tulisan Bla Bla Salon For Ladies and Gents, serta tulisan open di pintunya. Demikian juga pada kemasan hasil produksi dalam negeri yang konsumennya sebagian besar dapat dipastikan orang asing. Jika itu dianggap perlu sebagai ungkapan keinginan kita untuk menghargai dan menyapa bangsa sendiri, gunakanlah bahasa Indonesia di samping bahasa asing itu.
Kecenderungan untuk menggunakan bahasa asing seperti di atas kadang-kadang juga didorong oleh keinginan bergagah-gagahan dan memberi kesan tahu akan bahasa asing. Akan tetapi, tidak jarang justru terjadi kesalahan yang memalukan. Di sebuah gerobak yang dipakai untuk membuka jasa cetak foto terpampang tulisan pasfhoto kilat; di sebelahnya lagi ada bengkel bertuliskan revarasi motor dan serfise; di sebelahnya lagi ada tulisan fotocopy. Ini adalah bahasa gado-gado. Sebetulnya, jika kata serapan itu akan dipakai, kita dapat menuliskan secara bersahaja dan benar: pasfoto kilat, reparasi motor dan servis, dan fotokopi. Itulah beberapa hal yang dapat menunjukkan sikap positif terhadap bahasa Indonesia.

Diperoleh dari “http://id.wikisource.org/wiki/Buku_Praktis_Bahasa_Indonesia_1/Lain-lain” dan juga ada sebagian tambahan dari penulis.